Status Fiktif adalah modus kecurangan di mana kurir atau oknum internal perusahaan logistik memanipulasi informasi pelacakan. Mereka sengaja mengubah status pengiriman, seperti “sedang dikirim” atau bahkan “sudah diterima”, padahal paket yang sebenarnya belum bergerak dari gudang atau belum sampai ke tangan konsumen. Praktik ini menciptakan kebingungan dan merugikan kedua belah pihak: penjual dan pembeli.

Tujuan utama dari Status Fiktif ini adalah untuk mengejar target performa kerja atau menghindari penalti keterlambatan. Jika kurir tidak sempat mengirimkan semua paket dalam sehari, mereka akan memindai paket sebagai “terkirim” atau “percobaan pengiriman gagal” agar datanya terlihat baik di sistem. Padahal, paket tersebut masih menumpuk di area gudang atau di kendaraan mereka.

Dampak dari Status Fiktif ini sangat meresahkan. Konsumen yang melihat status “terkirim” akan panik mencari paket yang tidak ada, sementara penjual harus menghadapi komplain dan potensi rating buruk. Modus ini secara fundamental merusak kepercayaan terhadap sistem pelacakan yang seharusnya menjadi alat komunikasi paling transparan antara penyedia jasa dan pelanggan.

Untuk mengatasi praktik Status Fiktif ini, perusahaan ekspedisi harus berinvestasi pada sistem geolokasi yang terintegrasi dengan pemindaian paket. Pemindaian hanya boleh berhasil jika kurir berada dalam radius tertentu dari alamat penerima. Selain itu, audit internal yang ketat dan sanksi yang tegas harus diterapkan kepada siapa pun yang terbukti memanipulasi data.

Penjual dan pembeli juga perlu lebih waspada. Jika status pengiriman terlihat tidak wajar, misalnya “terkirim” namun tidak ada notifikasi penerimaan, segera hubungi layanan pelanggan ekspedisi terkait. Jangan biarkan Status Fiktif ini menjadi norma. Mengajukan komplain secara resmi dapat membantu mendorong perusahaan untuk segera memperbaiki sistem pelacakan mereka.

Pada akhirnya, integritas data pengiriman adalah fondasi layanan logistik. Perusahaan harus memastikan bahwa setiap pembaruan status mencerminkan kondisi riil di lapangan. Mengakhiri praktik Status Fiktif ini adalah langkah krusial untuk membangun kembali kepercayaan konsumen dan menjaga transparansi yang merupakan hak setiap pelanggan.