Fenomena “belanja paksa” di akhir tahun anggaran adalah masalah kronis dalam birokrasi, sebuah sistem yang ironisnya malah Memicu Inefisiensi. Alih-alih merencanakan dengan bijak, banyak instansi pemerintah terdorong menghabiskan sisa anggaran secara terburu-buru sebelum tutup tahun. Kekhawatiran utama adalah jika sisa dana dikembalikan ke kas negara, alokasi anggaran tahun berikutnya akan dipotong. Persepsi inilah yang menjadi Penjaga Gerbang kebiasaan boros.
Aturan yang Memicu Inefisiensi ini seringkali berakar pada mekanisme Peraturan Perpajakan dan perencanaan berbasis inkremental. Anggaran disusun berdasarkan kebutuhan tahun sebelumnya, bukan pada capaian atau efektivitas program. Dampaknya, belanja akhir tahun cenderung fokus pada pembelian aset yang tidak mendesak atau pelatihan yang tidak terencana dengan baik. Analisis Kebutuhan yang buruk di awal tahun memaksa adanya pengeluaran yang tidak produktif di akhir tahun.
Salah satu dampak buruk dari kebiasaan yang Memicu Inefisiensi ini adalah penurunan kualitas pengadaan barang dan jasa. Karena terdesak waktu, proses tender seringkali dipercepat, mengabaikan prinsip kehati-hatian dan harga terbaik. Persiapan Matang yang seharusnya dilakukan sepanjang tahun menjadi tergesa-gesa, yang pada akhirnya Mencegah Risiko didapatkannya barang atau jasa dengan mutu terbaik, mengancam Perlindungan Hukum penggunaan anggaran.
Peran penting Kasubag Keuangan adalah melakukan Menertibkan Aksi ini dari dalam. Diperlukan Solusi Struktural berupa reformasi sistem perencanaan dan penganggaran. Pemerintah perlu beralih ke Zero-Based Budgeting ($\text{ZBB}$) atau penganggaran berbasis kinerja, yang menuntut setiap rupiah pengeluaran dijustifikasi ulang setiap tahun, bukan sekadar diwariskan dari tahun sebelumnya, sehingga memutus siklus boros.
Teknologi Pengolahan anggaran juga harus diperkuat. Implementasi sistem perencanaan yang terintegrasi memungkinkan monitoring penyerapan anggaran secara real-time. Jika ada unit yang penyerapan anggarannya sangat rendah, intervensi dapat dilakukan di pertengahan tahun, bukan menunggu hingga Desember. Efisiensi Energi pengawasan dapat menekan perilaku yang Memicu Inefisiensi di menit-menit akhir.
Fenomena ini juga mencerminkan kurangnya Kualitas Pendidik di bidang manajemen keuangan publik. Staf dan Ketua Kelas instansi perlu Belajar Seumur Hidup tentang manajemen proyek dan penganggaran yang fleksibel. Program pelatihan harus menekankan bahwa mengembalikan sisa anggaran yang tidak terpakai adalah tanda efisiensi, bukan kegagalan.
Sikap yang Memicu Inefisiensi di akhir tahun harus diatasi dengan sistem reward dan punishment yang jelas. Instansi yang menunjukkan penyerapan anggaran yang stabil dan Persiapan Matang tanpa lonjakan belanja mendadak harus diberi apresiasi. Sebaliknya, instansi yang belanja melonjak tajam di akhir tahun perlu dipertanyakan akuntabilitasnya.